Selasa, 15 Januari 2019



Aktivis 98 mendesak Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan kasus penculikan 13 aktivis yang terjadi di tahun 1997 dan 1998. Salah satu Aktivis 98 Harry Purwanto menuturkan, jika kasus tersebut tidak kunjung diselesaikan, maka akan terus menjadi utang pemerintah.

"Sebetulnya sudah ada rekomendasi yang semestinya sudah dijalankan. Kenapa ini muncul kembali? Bagi saya ini soal masalah penuntasan, bagaimana penuntasannya harus berlangsung," kata Harry Purwanto dalam forum diskusi 'Tragedi 97-98 Jangan Amnesia' di Jakarta, Selasa (15/1).

BACA JUGA : BERIKUT 5 PRESTASI YANG MEMBANGGAKAN INDONESIA PADA TAHUN 2018

Ia mengatakan, Rumah Aktivis 98 sudah meminta Komnas HAM untuk memberikan semua data-data yang dibutuhkan untuk membawa kasus ini ke Pengadilan HAM Adhoc. Kemudian, DPR juga sudah membentuk Pansus dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah pada tahun 2006 tentang pelanggaran HAM ini, namun sampai saat ini belum ada hasilnya.

"2006 sampai 2014 tidak dilaksanakan rekomendasi tersebut ada apa? Jangan juga disalahkan pemerintahan saat ini, atau Jaksa Agung tidak konsen terhadap persoalan HAM, atau memang disengaja untuk mendiskreditkan pemerintah saat ini?" tuturnya.

Pengamat Politik Indonesian Public Institute (IPI), Jerry Massie mengatakan bahwa persoalan hak asasi manusia adalah persoalan hakiki, sehingga harus segera diselesaikan. Ia meyakini bahwa pemerintahan saat ini mampu menyelesaikan, asalkan ada komunikasi antara pejabat tinggi negara.

"Secara politik jangan sampai masalah ini ada yang menggandeng, penculikan-penculikan itu hanya seperti surga telinga saja bahwa kita akan menyelesaikan, tapi begitu terus tidak pernah selesai. Masalah ini harus dituntaskan karena kita berada pada transisi generasi di mana anak cucu kita yang merupakan generasi milenial belum tentu bisa menuntaskan ini," ucapnya di tempat sama.

"Ke depan, kebijakan pemerintah kita harus lebih kuat dalam masalah HAM, agar tidak kecolongan seperti saat ini. Pertama soal substansi, wujudnya bagaimana sudah dibaca tapi kenapa didiamkan. Kedua soal eksistensi, orang-orang itu yang diduga pelaku pelanggar HAM masih bergentayangan, itu artinya hukum kita lemah," sambungnya.

Sementara itu secara terpisah, Farid Husen Dari Nusantara Human Right Watch menegaskan harus ada komitmen Presiden Jokowi untuk menuntaskan kasus penghilangan orang secara paksa ini. Menurutnya, penyelesaian kasus ini sangat penting di akhir periodenya karena sudah 20 tahun berlalu.

"Presiden di masa sebelumnya mereka belum juga menuntaskan kasus penculikan aktivis ini. Jika di akhir periodenya Jokowi bisa menuntaskan kasus penghilangan paksa ini, maka akan jadi legacy bagi Jokowi dan ini bisa dimulai dengan Pembentukan Tim Pencari Fakta Independen," katanya.

BACA JUGA : ORANG TERKAYA DIDUNIA TIDAK MALU UNTUK MEMBERSIHKAN RUMAH NYA SENDIRI

Kasus penghilangan orang secara paksa atau penculikan para aktivis pro demokrasi terjadi pada tahun 1997-1998. Dalam kejadian tersebut satu orang terbunuh, 11 orang disiksa, 12 orang dianiaya, 23 orang dihilangkan secara paksa, 19 orang dirampas kemerdekaan fisiknya secara sewenang-wenang. Dari 23 orang yang dihilangkan paksa, 13 orang belum diketahui nasibnya.

Jumlah korban yang masih dicari ada 13 orang. Mereka ialah Petrus Bima Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Wiji Thukul, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri, Ismail, Ucok Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Nasser.

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.